Senin, 15 Desember 2014

MAKALAH RULE OF LAW



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Hukum merupakan sumber dari segala peraturan yang semestinya harus di taati oleh semua orang di dalam suatu masyarakat, dengan ancaman akan mendapatkan celaan, harus mengganti kerugian, atau mendapat hukuman bagi pelaku pelanggaran dan kejahatan, sehingga akan membuat tentram, adil dan makmur dibawah naungan tertib hukum. Dalam prakteknya sendiri,
hukum tidak pernah terlepas dari setiap aspek kehidupan sehari-hari kita, mulai dari nilai, tata krama, norma hingga hukum perundang-undangan dalam peradilan. Sayangnya hukum di Indonesia masih kurang dalam hal penegakannya, terutama dikalangan penjabat bila dibandingkan dengan yang ada pada golongan menengah ke bawah. Fenomena sosial ini terjadi karena di negara kita segala sesuatu dapat di beli dengan uang, tak terkecuali dengan hukum sekalipun. Terdapat sebuah selogan bahwa “yang kuat pasti akan menindas yang lemah”, artinya  siapa yang memiliki kekuasaan, harta berlimpah dia yang akan memenangkan peradilan.
Dengan melihat kenyataan seperti itu, pembenahan peradilan dapat di mulai dari diri sendiri dengan mempelajari norma atau hukum sekaligus memahami dan menegakkannya sesuai dengan keadilan yang benar. Dalam bahasan ini dibahas supaya keadilan dapat ditegakkan, maka akan terkait semua aspek yang ada didalamnya yang mempengaruhi dan menjadi penentu apakah keadilan dapat ditegakkan.






1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut.
1.                  Apa yang dimaksud dengan rule of law?
2.                  Sejauh mana komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law?
3.                  Apa yang harus dilakukan agar rule of law dapat berjalan dengan efektif?
4.                  Bagaimana kesadaran hukum yang terjadi pada masyarakat Indonesia?

1.3              Tujuan Penulisan
Tujuan dari karya tulis ini adalah sebagai berikut.

1.                  Menjelaskan maksud dari rule of law
2.                  Menjelaskan sejauh mana komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law
3.                  Menjelaskan cara agar rule of law dapat berjalan dengan efektif
4.                  Menjelaskan mengenai kesadaran hukum yang terjadi pada masyarakat Indonesia









BAB 2
PEMBAHASAN

2.1       Definisi Rule Of Law
Rule of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Misalnya gerakan revolusi Perancis serta gerakan melawan absolutisme di Eropa lainnya, baik dalam melawan kekuasaan raja, bangsawan maupun golongan teologis. Berdasarkan bentuknya, rule of law adalah kekuasaan publik yang di atur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk Negara mendasarkan pada rule of law. Dalam hubungan ini pengertian rule of law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau rule of law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstusi dan negara hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos. Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh karena itu prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat atau democratische rechstssaat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka atau machtsstaat. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar atau constitutional democracy yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis.
Berdasarkan definisi diatas, Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal dan hakiki/materiil.
a)      Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi, misalnya negara
b)      Secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk
2.2       Latar Belakang (Sejarah) Rule Of Law
Rule of law secara umum merupakan suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke XIX, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Doktrin tersebut lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara, serta sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law tempat segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Konsep ini lahir untuk mengambil ahli dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan serta menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi dimana doktrin rule of law ini lahir. Ada tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil, baik sesama warga negara, baik dari pemerintah? Oleh karena itu pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
Latar belakang kelahiran Rule of Law:
1.      Di awali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintah negara
2.      Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional
3.      Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstutisional adalah konsepsi negara hukum
Konsepsi negara hukum mengandung pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak juga penjamin hak asasi manusia. Menurut Moh. Mahfud MD, istilah rechtsstaaat dan the rule of law yang diterjemahkan menjadi negara hukum pada hakikatnya mempunyai makna yang berbeda.
Konsepsi rechtsstaaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Adanya perlindungan terhadap HAM
2.      Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM
3.      Adanya peralihan administrasi
Adapun the rule of law mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM
2.      Adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintah
3.      Adanya pemisahaan dan pembagian kekuasaan negara
4.      Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri
Selanjutnya dalam konferensi International Commition of Juris di Bangkok seperti yang dikutip oleh Mahmud MD, disebutkan bahwa ciri-ciri negara hukum adalah sebagai berikut.
1.      Perlindungan konstitusional: selain menjamin hak-hak individu, konstitusional harus menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin
2.      Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3.      Adanya pemilu yang bebas
4.      Adanya kebebasan menyatakan pendapat
5.      Adanya kebebasan berserikat, berorganisasi, dan beroposisi
Dalam istilah negara hukum di Indonesia ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: "Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum atau bukan berdasar atau kekuasaan belaka". Padmo Wahyono menyatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia yang menyebut rechtsstaaat memberi arti bahwa negara hukum Indonesia mengambil pola secara tidak menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya yang kemudian disesuaikan dengan keadaan Indonesia.
Moh. Yamin membuat penjelasan tentang konsepsi negara hukum negara Indonesia bahwa kekuasaan yang dilakukan pemerintah Indo­nesia harus berdasar dan berasal dari ketentuan undang-undang. Negara hukum Indonesia juga memberikan pengertian bahwa bukan polisi dan tentara sebagai pemegang kekuasaan dan kesewenang-wenangan negara terhadap rakyat, melainkan adanya kontrol dari rakyat terhadap intitusi negara dalam menjalankan kekuasaan dan kesewenangan yang ada pada negara.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas bahwa negara hukum baik dalam arti normal yaitu menegakan hukum yang dihasilkan oleh lembaga legislatif dalam penyelenggaraan negara maupun negara hukum dalam arti material. Tanpa negara hukum yang merupakan elemen pokok suasana demokratis sulit dibangun.
2.3       Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia
Dalam pembahasannya terdapat dua prinsip-prinsip yang digunakan dalam penegakan rule of law di Indonesia sebagai berikut.
1.      Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang isinya menyatakan:
a)      Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,… karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”;
b)      … kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur;
c)      … untuk memajukan “kesejahteraan umum”, ...dan “keadilan sosial”;
d)     … disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “UUD Negara Indonesia”;
e)      “… kemanusiaan yang adil dan beradab”
f)       … serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia
      Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan sosial.
      Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
        i.            Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
      ii.            Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1)
    iii.            Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak terkecuali (pasal 27 ayat 1)
    iv.            Dalam bab X A mengenai HAM yang memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 ayat 1)
      v.            Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2)
2.      Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rides of law(penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian, menunjukkan bahwa keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula.
Karena bersifat legalisme,  maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Legalisme itu sendiri dapat diartikan dengan suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya terkandung wawasan sosial. Rule of law juga merupakan gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat, dan negara yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of taw telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
Beberapa paparan di atas memperlihatkan bahwa rule of law mengandung beberapa elemen penting yaitu: 
1.      Ditaatinya prinsip berkuasanya hukum (supremacy of law)
2.      Persamaan di depan hukum (equality before the law)
3.      Pertanggungjawaban hukum (accountability to the law)
4.      Keadilan dalam penerapan hukum (fairness in the application of the law)
5.      Adanya pemisahan kekuasaan (separation of power)
6.      Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan (participation in the decision making).
7.      Dihindarinya kesewenang-wenangan (avoidance of arbitrariness)
Keseluruhan elemen ini harus dilihat untuk dapat mengukur sejauh mana rule of law telah dijalankan. Pertama, yaitu prinsip supremasi hukum yang berarti bahwa hukum harus menjadi dasar aturan pelaksanaan kekuasaan publik. Masyarakat juga haruslah diatur berdasarkan hukum, bukan berdasarkan moralitas, keutungan politik atau ideologi. Prinsip ini juga mengimplikasikan bahwa badan-badan politik terikat tidak saja pada konstitusi nasional tetapi juga pada kewajiban hukum HAM internasional. Hal ini mengimplikasikan bahwa legislasi yang valid harus diterapkan oleh otoritas dan pengadilan bahwa intervensi negara pada kehidupan rakyat haruslah memenuhi standart umum yaitu prinsip legalitas. Dengan demikian rule of law menjadi tameng pelindung rakyat dari adanya penyalahgunaan kekusaan. Ditegaskan bahwa dalam hal ini korupsi jelas tidak sejalan dengan rule of law.
Sedangkan yang kedua, prinsip persamaan di depan hukum memuat dua komponen utama yaitu bahwa aturan hukum diterapkan tanpa diskriminasi dan mensyaratkan perlakuan yang setara untuk kasus yang serupa. Adanya pertanggung jawaban hukum (accountability to the law) harus dimaknai bahwa otoritas negara tidak boleh di luar atau di atas hukum dan harus tunduk pada hukum seperti halnya warga negara.
2.4       Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law
Agar pelaksanaan rule of law dapat berjalan sesuai dengan yang di harapkan, maka:
1.      Keberhasilan harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.
2.      Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang
3.      Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat, dan negara, harus ditegakkan secara adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hukum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif  memuat kandungan moral yang kuat. Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat "Pancasila" sebagai alternatif dalam mcmbangun "negara berdasarkan hukum" versi Indonesia sehingga dapat menjadi "rule of moral" atau "rule of justice" yang bersifat "ke-Indonesia-an" yang lebih mengedepankan "olah hati nurani" daripada "olah otak", atau lebih mengedepankan komitmen moral.
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
a.       Kasus korupsi KPU dan KPUD
b.      Kasus illegal logging
c.       Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat MA (Mahkamah Agung)
d.      Kasus-kasus perdagangan narkoba
e.       Kasus perdagangan wanita dan anak
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
i.            Ada pengakuan dan perlindungan HAM
ii.            Ada peradilan yang bebas dan tudak memihak serta terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun
iii.            Legalitas terwujud dalam segala bentuk
2.5       Penegakkan Hukum
Penegakkan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakkan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, dari segi subjeknya penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakkan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, aparatur penegak hukum diperkenankan menggunakan daya paksa apabila diperlukan. Sedangkan dalam arti luas, dari segi objeknya penegakkan hukum mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang terjadi dalam masyarakat.
Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah “the rule of law” atau dalam istilah “ the rule of law and not of a man” versus istilah “ the rule by law” yang berarti “the rule of man by law” Dalam istilah “ the rule of law” terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah “ the rule of just law”. Dalam istilah “the rule of law and not of man”, dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah “the rule by law” yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.
Berdasarkan uraian di atas sudah jelas bahwa yang di maksud dengan penegakkan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakkan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh UU (Undang-undang) untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2.6       Aparatur Penegak Hukum
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis, dan pemberian sanksi serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi proses bekerjanya aparatur penegak hukum, yaitu:
1.      Institusi penegak hukum  beserta berbagai perangkat, sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.
2.      Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya.
3.      Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standart kerja.
Upaya penegakkan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek di atas, sehingga proses penegakkan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata. Namun selain ketiga faktor diatas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakkan hukum di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih menyeluruh lagi. Upaya penegakkan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan persoalan kita sebagai negara hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatr indonesia. Hukum tidak mungkin akan tegak, jika hukum itu sendiri atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan yang hidup didalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai, lain dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan hanya berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaharuan hukum atau pembuatan hukum baru.
2.7       Kesadaran Hukum Masyarakat
Salah satu tindakan atau cara efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat adalah dengan menggunakan tindakan drastis atau semi paksa. Tindakan tersebut misalnya memperberat ancaman hukum atau dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-undang saja, kiranya bukanlah merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja.
            Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi membina kesadaran hukum masyarakatnya pula. Seperti yang telah diketahui bahwa kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu ”blueprint of behaviour”, maksudnya ialah memberikan pedoman-pedoman tentang apa yang harus dilakukan, boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai. Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan intensif dan terutama dalam hal pendidikan kesadaran hukum ini akan memakan waktu yang lama. Dengan pendidikan sasarannya akan lebih kena secara intensif daripada cara lain yang bersifat drastis. Pendidikan yang dimaksud di sini bukan semata-mata pendidikan formal disekolah-sekolah dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga pendidikan non formal di luar sekolah kepada masyarakat luas. Agar nantinya masyarakat lebih memahami hukum yang lebih luas maknanya tanpa menyalahgunakan penggunaan hukum itu sendiri.


BAB 3
KESIMPULAN
Pengertian hukum itu sendiri merupakan sumber dari segala peraturan yang semestinya harus di taati oleh semua orang di dalam suatu masyarakat, dengan ancaman akan mendapatkan celaan, harus mengganti kerugian, atau mendapat hukuman bagi para pelaku pelanggaran dan kejahatan, sehingga akan membuat tentram, adil dan makmur dibawah naungan tertib hukum.
Sedangkan Rule of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos. Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat.
Salah satu tindakan atau cara efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat adalah dengan menggunakan tindakan drastis atau semi paksa. Tindakan tersebut misalnya memperberat ancaman hukuman atau dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-undang saja, kiranya bukanlah merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja. Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi membina kesadaran hukum masyarakatnya pula.


DAFTAR PUSTAKA


Buku
Pudjosewojo, K. 1990. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Yudowidagdo, H., Kesuma, AS., Adji, SU., Ismunarto, A. 1987. Kapita Selekta Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara
Internet
Aditya, A. “Rule Of Law”. 9 Mei 2013. http://aditiyaoneonly.blogspot.com/2013/05/rule-of-law.html
Alief, S. “Rule Of Law”. 24 Oktober 2013. http://smeksathebat.blogspot.com/2013/10/rule-of-law.html
Husaini, A. “Hak Asasi Manusia Dan Rule Of Law”. 17 September 2011. http://abbashusaini.blogspot.com/2012/01/materi-ajar-pendidikan-kewarganegaraan_08.html
Minamini. “Rule Of Law”. 18 Juli 2010. https://minamini.wordpress.com/tag/rule-of-law/
Pratiwi, RK. “Pendidikan Kewarganegaraan Rule Of Law Dan Masyarakat Madani”. 3 November 2013. http://rahayukusumapratiwi.blogspot.com/2012/11/makalah-pendidikan-kewarganegaraan-rule.html
Lain-lain
Sugito, H.A.T. 2005. Rule of Low. Materi kursus Calon Dosen Kewarganegaraan, 12-23 Desember 2005, Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
MPR RI. 2005. Undang-Undang dasar Negara republic Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI: Jakarta.

1 komentar: