BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hukum merupakan sumber
dari segala peraturan yang semestinya harus di taati oleh semua orang di dalam
suatu masyarakat, dengan ancaman akan mendapatkan celaan, harus mengganti
kerugian, atau mendapat hukuman bagi pelaku pelanggaran dan kejahatan, sehingga
akan membuat tentram, adil dan makmur dibawah naungan tertib hukum. Dalam
prakteknya sendiri,
hukum tidak pernah terlepas dari setiap aspek kehidupan
sehari-hari kita, mulai dari nilai, tata krama, norma hingga hukum perundang-undangan
dalam peradilan. Sayangnya hukum di Indonesia masih kurang dalam hal
penegakannya, terutama dikalangan penjabat bila dibandingkan dengan yang ada
pada golongan menengah ke bawah. Fenomena sosial ini terjadi karena di negara
kita segala sesuatu dapat di beli dengan uang, tak terkecuali dengan hukum
sekalipun. Terdapat sebuah selogan bahwa “yang kuat pasti akan menindas yang
lemah”, artinya siapa yang memiliki
kekuasaan, harta berlimpah dia yang akan memenangkan peradilan.
Dengan melihat kenyataan
seperti itu, pembenahan peradilan dapat di mulai dari diri sendiri dengan
mempelajari norma atau hukum sekaligus memahami dan menegakkannya sesuai dengan
keadilan yang benar. Dalam bahasan ini dibahas supaya keadilan dapat
ditegakkan, maka akan terkait semua aspek yang ada didalamnya yang mempengaruhi
dan menjadi penentu apakah keadilan dapat ditegakkan.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut.
1.
Apa yang dimaksud dengan rule of law?
2.
Sejauh mana komitmen pemerintah untuk
melaksanakan prinsip-prinsip rule of law?
3.
Apa yang harus dilakukan agar rule of
law dapat berjalan dengan efektif?
4.
Bagaimana kesadaran hukum yang terjadi
pada masyarakat Indonesia?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari karya tulis
ini adalah sebagai berikut.
1.
Menjelaskan maksud dari rule of law
2.
Menjelaskan sejauh mana komitmen
pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law
3.
Menjelaskan cara agar rule of law dapat
berjalan dengan efektif
4.
Menjelaskan mengenai kesadaran hukum
yang terjadi pada masyarakat Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Rule Of Law
Rule
of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung
gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan
prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Misalnya gerakan revolusi Perancis serta gerakan melawan absolutisme di Eropa
lainnya, baik dalam melawan kekuasaan raja, bangsawan maupun golongan teologis.
Berdasarkan bentuknya, rule of law
adalah kekuasaan publik yang di atur secara legal. Setiap organisasi atau
persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk Negara mendasarkan pada rule of law. Dalam hubungan ini
pengertian rule of law berdasarkan
substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam suatu negara. Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau rule of law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan
yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstusi dan negara
hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang
sejalan dengan pengertian nomocratie,
yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos. Dalam negara hukum yang
demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan
ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum
dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan
rakyat. Oleh karena itu prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan
dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat atau democratische rechstssaat. Hukum tidak
boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi
berdasarkan kekuasaan belaka atau machtsstaat.
Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang
dilakukan menurut Undang-Undang Dasar atau constitutional
democracy yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis.
Berdasarkan definisi
diatas, Friedman (1959) membedakan rule
of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal dan hakiki/materiil.
a) Secara
formal, rule of law diartikan sebagai
kekuasaan umum yang terorganisasi, misalnya negara
b) Secara
hakiki, rule of law terkait dengan
penegakan rule of law karena
menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk
2.2 Latar Belakang (Sejarah) Rule Of Law
Rule
of law secara umum merupakan suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke
XIX, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Doktrin
tersebut lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran
parlemen dalam penyelenggaraan negara, serta sebagai reaksi terhadap negara
absolut yang berkembang sebelumnya. Rule
of law merupakan konsep tentang common
law tempat segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh
kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip
keadilan dan egalitarian. Rule of law
adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Konsep ini lahir untuk
mengambil ahli dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan serta
menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi dimana doktrin rule of law ini lahir. Ada tidaknya rule of law dalam suatu negara
ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan,
dalam arti perlakuan yang adil, baik sesama warga negara, baik dari pemerintah?
Oleh karena itu pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu negara
merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan
hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi
masyarakat.
Latar belakang kelahiran Rule of Law:
1. Di awali oleh adanya gagasan untuk
melakukan pembatasan kekuasaan pemerintah negara
2. Sarana yang dipilih untuk maksud
tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional
3. Perumusan yuridis dari Demokrasi
Konstutisional adalah konsepsi negara hukum
Konsepsi negara hukum
mengandung pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga
negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak juga penjamin
hak asasi manusia. Menurut Moh. Mahfud MD, istilah rechtsstaaat dan the rule of
law yang diterjemahkan menjadi negara hukum pada hakikatnya mempunyai makna
yang berbeda.
Konsepsi
rechtsstaaat mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Adanya
perlindungan terhadap HAM
2. Adanya
pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin
perlindungan HAM
3. Adanya
peralihan administrasi
Adapun the rule of law
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Adanya
jaminan perlindungan terhadap HAM
2. Adanya
supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintah
3. Adanya
pemisahaan dan pembagian kekuasaan negara
4. Adanya
lembaga peradilan yang bebas dan mandiri
Selanjutnya dalam konferensi International Commition of Juris di
Bangkok seperti yang dikutip oleh Mahmud MD, disebutkan bahwa ciri-ciri negara
hukum adalah sebagai berikut.
1. Perlindungan
konstitusional: selain menjamin hak-hak individu, konstitusional harus
menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin
2. Adanya
badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3. Adanya
pemilu yang bebas
4. Adanya
kebebasan menyatakan pendapat
5.
Adanya kebebasan berserikat,
berorganisasi, dan beroposisi
Dalam
istilah negara hukum di Indonesia ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: "Indonesia ialah negara yang berdasarkan
atas hukum atau bukan berdasar atau kekuasaan belaka".
Padmo Wahyono menyatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia yang menyebut rechtsstaaat memberi
arti bahwa negara hukum Indonesia mengambil pola secara tidak menyimpang
dari pengertian negara hukum pada umumnya
yang kemudian disesuaikan dengan
keadaan Indonesia.
Moh. Yamin membuat penjelasan tentang konsepsi negara
hukum negara
Indonesia bahwa kekuasaan yang dilakukan pemerintah Indonesia harus berdasar dan berasal
dari ketentuan undang-undang. Negara hukum
Indonesia juga memberikan pengertian bahwa bukan polisi dan tentara
sebagai pemegang kekuasaan dan kesewenang-wenangan negara terhadap rakyat,
melainkan adanya kontrol dari rakyat terhadap intitusi negara dalam menjalankan
kekuasaan dan kesewenangan yang ada pada negara.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas
bahwa negara hukum baik
dalam arti normal yaitu menegakan hukum yang dihasilkan oleh lembaga legislatif
dalam penyelenggaraan negara maupun negara hukum dalam arti material. Tanpa
negara hukum yang merupakan elemen pokok
suasana demokratis sulit dibangun.
2.3 Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia
Dalam
pembahasannya terdapat dua prinsip-prinsip yang digunakan dalam penegakan rule of law di Indonesia sebagai
berikut.
1.
Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang
isinya menyatakan:
a)
Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala
bangsa,… karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”;
b)
… kemerdekaan Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur;
c)
… untuk memajukan “kesejahteraan umum”,
...dan “keadilan sosial”;
d)
… disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu “UUD Negara Indonesia”;
e)
“… kemanusiaan yang adil dan beradab”
f)
… serta dengan mewujudkan suatu
“keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan
demikian inti rule of law adalah
jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule
of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
i.
Negara Indonesia adalah negara hukum
(pasal 1 ayat 3)
ii.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan (pasal 24 ayat 1)
iii.
Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak terkecuali (pasal 27 ayat 1)
iv.
Dalam bab X A mengenai HAM yang memuat
10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum (pasal 28 ayat 1)
v.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal
28 D ayat 2)
2. Prinsip-prinsip
rule of law secara hakiki (materiil)
sangat erat kaitannya dengan “the
enforcement of the rides of law” (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum)
dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan
implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian, menunjukkan bahwa
keberhasilan “the enforcement of the
rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati
Hartono: 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur
sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula.
Karena bersifat legalisme, maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat
dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat
objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Legalisme itu sendiri dapat
diartikan dengan suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya terkandung
wawasan sosial. Rule of law juga
merupakan gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat, dan negara yang
dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki struktur
sosiologisnya sendiri. Secara kuantitatif, peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan rule of taw telah banyak
dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang
optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum
dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
Beberapa
paparan di atas memperlihatkan bahwa rule of law mengandung beberapa
elemen penting yaitu:
1. Ditaatinya prinsip berkuasanya hukum
(supremacy of law)
2. Persamaan di depan hukum (equality
before the law)
3. Pertanggungjawaban hukum (accountability
to the law)
4. Keadilan dalam penerapan hukum (fairness
in the application of the law)
5. Adanya pemisahan kekuasaan (separation
of power)
6. Adanya partisipasi dalam pembuatan
keputusan (participation in the decision making).
7. Dihindarinya kesewenang-wenangan (avoidance
of arbitrariness)
Keseluruhan elemen ini harus dilihat
untuk dapat mengukur sejauh mana rule of
law telah dijalankan. Pertama,
yaitu prinsip supremasi hukum yang berarti bahwa hukum harus menjadi dasar
aturan pelaksanaan kekuasaan publik. Masyarakat juga haruslah diatur
berdasarkan hukum, bukan berdasarkan moralitas, keutungan politik atau
ideologi. Prinsip ini juga mengimplikasikan bahwa badan-badan politik terikat
tidak saja pada konstitusi nasional tetapi juga pada kewajiban hukum HAM
internasional. Hal ini mengimplikasikan bahwa legislasi yang valid harus
diterapkan oleh otoritas dan pengadilan bahwa intervensi negara pada kehidupan
rakyat haruslah memenuhi standart umum yaitu prinsip legalitas. Dengan demikian
rule of law menjadi tameng pelindung
rakyat dari adanya penyalahgunaan kekusaan. Ditegaskan bahwa dalam hal ini
korupsi jelas tidak sejalan dengan rule of law.
Sedangkan yang kedua, prinsip persamaan di depan hukum memuat dua komponen utama
yaitu bahwa aturan hukum diterapkan tanpa diskriminasi dan mensyaratkan
perlakuan yang setara untuk kasus yang serupa. Adanya pertanggung jawaban hukum
(accountability to the law) harus
dimaknai bahwa otoritas negara tidak boleh di luar atau di atas hukum dan harus
tunduk pada hukum seperti halnya warga negara.
2.4 Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule
of Law
Agar
pelaksanaan rule of law dapat
berjalan sesuai dengan yang di harapkan, maka:
1. Keberhasilan
harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian
masing-masing setiap bangsa.
2. Rule of law
yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan
berkembang
3. Rule of law sebagai
suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar
manusia, masyarakat, dan negara, harus ditegakkan secara adil juga memihak pada
keadilan.
Untuk mewujudkannya
perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan
itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hukum
progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum
progresif memuat kandungan moral yang kuat. Arah dan watak hukum yang
dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki
bangsa yang bersangkutan atau “back to
law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang
bersangkutan itu. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat
"Pancasila" sebagai alternatif dalam mcmbangun "negara
berdasarkan hukum" versi Indonesia sehingga dapat menjadi "rule of
moral" atau "rule of justice" yang bersifat
"ke-Indonesia-an" yang lebih mengedepankan "olah hati
nurani" daripada "olah otak", atau lebih mengedepankan komitmen
moral.
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam
penegakan rule of law antara lain:
a.
Kasus
korupsi KPU dan KPUD
b.
Kasus
illegal logging
c.
Kasus
dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat MA (Mahkamah Agung)
d.
Kasus-kasus
perdagangan narkoba
e.
Kasus
perdagangan wanita dan anak
Adapun negara yang merupakan negara
hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
i.
Ada
pengakuan dan perlindungan HAM
ii.
Ada
peradilan yang bebas dan tudak memihak serta terpengaruh oleh kekuasaan atau
kekuatan apapun
iii.
Legalitas
terwujud dalam segala bentuk
2.5 Penegakkan Hukum
Penegakkan hukum adalah
proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakkan hukum itu dapat dilakukan
oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum
itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang
menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia
menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam
arti sempit, dari segi subjeknya penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya
aparatur penegakkan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum
itu, aparatur penegak hukum diperkenankan menggunakan daya paksa apabila
diperlukan. Sedangkan dalam arti luas, dari segi objeknya penegakkan hukum
mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan
formal maupun nilai-nilai keadilan yang terjadi dalam masyarakat.
Pembedaan
antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang
dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan
dikembangkannya istilah “the rule of law”
atau dalam istilah “ the rule of law and
not of a man” versus istilah “ the
rule by law” yang berarti “the rule
of man by law” Dalam istilah “ the
rule of law” terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam
artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang
terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah “ the rule of just law”. Dalam istilah “the rule of law and not of man”, dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh
hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah “the rule by law” yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang
yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.
Berdasarkan
uraian di atas sudah jelas bahwa yang di maksud dengan penegakkan hukum itu
kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam
artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman
perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang
bersangkutan maupun oleh aparatur penegakkan hukum yang resmi diberi tugas dan
kewenangan oleh UU (Undang-undang) untuk menjamin berfungsinya norma-norma
hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2.6 Aparatur Penegak Hukum
Aparatur penegak hukum
mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya)
penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dimulai
dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan.
Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan
dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau
pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis,
dan pemberian sanksi serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)
terpidana.
Terdapat tiga elemen
penting yang mempengaruhi proses bekerjanya aparatur penegak hukum, yaitu:
1. Institusi
penegak hukum beserta berbagai
perangkat, sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.
2. Budaya
kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya.
3. Perangkat
peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur
materi hukum yang dijadikan standart kerja.
Upaya penegakkan hukum secara sistematik
haruslah memperhatikan ketiga aspek di atas, sehingga proses penegakkan hukum dan keadilan
itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.
Namun selain ketiga faktor
diatas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakkan hukum di negara kita selama
ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih menyeluruh lagi. Upaya
penegakkan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan persoalan kita sebagai
negara hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyatr indonesia. Hukum tidak mungkin akan tegak, jika
hukum itu sendiri atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan
yang hidup didalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin keadilan jika
materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai, lain
dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan hanya
berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaharuan hukum atau
pembuatan hukum baru.
2.7 Kesadaran Hukum Masyarakat
Salah satu tindakan
atau cara efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat adalah dengan
menggunakan tindakan drastis atau semi paksa. Tindakan tersebut misalnya
memperberat ancaman hukum atau dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga
negara terhadap undang-undang saja, kiranya bukanlah merupakan tindakan yang
tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk beberapa
waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran hukum
masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan tindakan
yang drastis yang bersifat insidentil saja.
Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran
hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah
semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi
membina kesadaran hukum masyarakatnya pula. Seperti yang telah diketahui bahwa kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum, sedang
hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu ”blueprint of behaviour”, maksudnya ialah memberikan pedoman-pedoman tentang apa yang harus
dilakukan, boleh
dilakukan dan apa yang dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu
sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai. Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai
yang terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti
menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai
dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab
merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang
utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu
kegiatan yang kontinyu dan intensif dan terutama dalam hal pendidikan kesadaran
hukum ini akan memakan waktu yang lama. Dengan pendidikan sasarannya akan lebih
kena secara intensif daripada cara lain yang bersifat drastis. Pendidikan yang
dimaksud di sini bukan semata-mata pendidikan formal disekolah-sekolah dari
Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga pendidikan non formal di
luar sekolah kepada masyarakat luas. Agar nantinya
masyarakat lebih memahami hukum yang lebih luas maknanya tanpa menyalahgunakan
penggunaan hukum itu sendiri.
BAB 3
KESIMPULAN
Pengertian
hukum itu sendiri merupakan sumber dari segala
peraturan yang semestinya harus di taati oleh semua orang di dalam suatu
masyarakat, dengan ancaman akan mendapatkan celaan, harus mengganti kerugian,
atau mendapat hukuman bagi para
pelaku
pelanggaran dan kejahatan, sehingga akan membuat tentram, adil dan makmur
dibawah naungan tertib hukum.
Sedangkan Rule
of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung
gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan
prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang
sejalan dengan pengertian nomocratie,
yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos. Dalam negara hukum yang
demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan
ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum
dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan
rakyat.
Salah satu tindakan
atau cara efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat adalah dengan
menggunakan tindakan drastis
atau semi paksa. Tindakan tersebut misalnya memperberat ancaman hukuman atau dengan lebih mengetatkan penataan
ketaatan warga negara terhadap undang-undang saja, kiranya bukanlah merupakan
tindakan yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin
untuk beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi
kesadaran hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan
dengan tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja. Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran
hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah
semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi
membina kesadaran hukum masyarakatnya pula.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Pudjosewojo,
K. 1990. Pedoman Pelajaran Tata Hukum
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Yudowidagdo,
H., Kesuma, AS., Adji, SU., Ismunarto, A. 1987. Kapita Selekta Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara
Internet
Aditya, A. “Rule
Of Law”. 9 Mei 2013. http://aditiyaoneonly.blogspot.com/2013/05/rule-of-law.html
Alief, S. “Rule
Of Law”. 24 Oktober 2013. http://smeksathebat.blogspot.com/2013/10/rule-of-law.html
Husaini,
A. “Hak Asasi Manusia Dan Rule Of Law”. 17 September 2011. http://abbashusaini.blogspot.com/2012/01/materi-ajar-pendidikan-kewarganegaraan_08.html
Minamini.
“Rule Of Law”. 18 Juli 2010. https://minamini.wordpress.com/tag/rule-of-law/
Pratiwi, RK.
“Pendidikan Kewarganegaraan Rule Of Law Dan Masyarakat Madani”. 3 November
2013. http://rahayukusumapratiwi.blogspot.com/2012/11/makalah-pendidikan-kewarganegaraan-rule.html
Lain-lain
Sugito,
H.A.T. 2005. Rule of Low. Materi
kursus Calon Dosen Kewarganegaraan, 12-23 Desember 2005, Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional: Jakarta.
MPR RI. 2005. Undang-Undang dasar Negara republic
Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI: Jakarta.
Assalamualaikum..
BalasHapusizin copas y?
Trima kasih