Sabtu, 31 Mei 2014

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM STUDI KASUS PERPRES NO.7/2005 TENTANG RPJMM (2004-2009)



Ø  Prioritas tahun 2008 PENAGGULANGAN KEMISKINAN :
1.      Mendorong pertumbuhan
2.      Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, pangan/gizi)
3.      Pemberdayaan masyarakat miskin (PNPM)
4.      Memperbaiki sistem perlindungan sosial
Ø  Target Pemerintah tahun 2009
1.      Menurunkan kemiskinan hingga 8,2%
2.      Menurunkan pengangguran hingga 8,2%
Secara umum sejalan dengan pasal 13, 14, 22, UU 32/2004 :
1.      Mengkoordinasikan pelaks. BLT-RTS di daerah melalui peningkatan peran dan fungsi TKPKD;
2.      Meningkatkan fasilitasi dan komunikasi dgn berbagai stakeholders mengenai BLT-RTS terutama kepada Camat, Lurah/Kades, RT, RW dan Toma/Toga;
3.      Validasi data RTS bersama BPS;
4.      Memfasilitasi penyelesaian permasalahan melalui Tim Koordinasi Provinsi, Kabupaten/Kota dan Unit Pelaksana Program (UPP)-BLT Kecamatan.
Dalam analisis saya kali ini akan dijelaskan mengenai upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui pemberian dana Bantuan Langsung Tunai (BLT). Apakah kebijakan pemerintah tersebut tepat atau bahkan memberikan dampak yang tidak baik dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Bantuan Langsung Tunai merupakan suatu program dari pemerintah berupa subsidi yang diberikan langsung kepada masyarakat kurang mampu berupa uang tunai. Bantuan ini dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap kenaikan harga yang timbul sebagai akibat lebih lanjut dari kenaikan harga BBM. Bantuan ini sedikitnya mempunyai dua efek positif, pertama untuk menambah daya beli rakyat miskin yang pendapatannya makin turun dibawah kebutuhan rata-rata normal. Kedua, menyuntikkan dana ke wilayah miskin untuk menghidupkan daya beli yang relatif sudah sangat rendah.
Berdasarkan dokumen Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang didapat Beritasatu.com disebutkan, program bantuan tunai yang tengah diajukan kepada Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui Kementeriaan Koordinator Perekonomian mencapai Rp 23,2 triliun per tahun, atau Rp 5,8 triliun per kuartal (tiga bulanan). Jumlah itu dengan mengacu besaran bantuan Rp 100.000 per bulan yang mencakup 30 persen rumah tangga ekonomi terbawah yakni sebesar 18,5 juta rumah tangga. Namun hitung-hitungan lain menyebutkan, jika harga BBM bersubsidi dinaikkan Rp 1.000 per liter, pemerintah cukup me­ng­a­lokasikan anggaran un­tuk BLT sebesar Rp 4 triliun. Namun ji­ka kenaikannya ­hanya Rp 500 per liter, maka tidak ada program kom­pensasi berupa cash transfer kepada masya­rakat miskin.[1]
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdam­pak langsung pada mening­katnya jumlah orang miskin. Setiap kenaikan BBM ber­sub­­sidi Rp 500 dari Rp 4.500, maka jumlah orang miskin akan naik 100-200 ribu orang. Oleh ka­rena itu, rencana ke­naikan BBM ber­subsidi harus dibarengi de­ngan pemberian BLT. BPS juga menyatakan, jumlah penduduk miskin pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang turun 130.000  orang (0,13 persen) dibandingkan penduduk miskin Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang. Jumlah per September 2011 tersebut setara dengan 12,36 persen dari total penduduk Indonesia, atau turun dari 12,49 persen pada Maret 2011. 


Rincian Anggaran APBN untuk Dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang terkait dengan Kenaikan Harga BBM
1332961274699143249.png
Dari data di atas tampak bahwa kenaikan harga BBM berdampak besar terhadap anggaran pemberian dana BLT yang terlalu berani menggunakan dan APBN untuk kompensasi BLT sebesar itu.
Menurut saya, jalan Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan ekonomi berupa pemberian dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) kuranglah tepat karena pada kenyataannya proses pemberian dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) saat ini justru tidak berjalan sesuai dengan yang semestinya, karena dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) yang seharusnya diperuntukan masyarakat menengah ke bawah justru di korupsi oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab, yang tega mengambil hak orang yang membutuhkan. Selain itu, saat ini tujuan penggunaan dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) juga telah bergeser. Jika dahulu seseorang lebih memilih menggunakan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai pencukup kebutuhan pokok, namun sekarang dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) lebih banyak dimanfaatkan penerimanya untuk pembelanjaan berbagai barang yang bersifat kesenangan, seperti rokok, CD, dan radio. Proses yang berjalan dengan tidak sesuai seperti ini bukannya memperlancar kegiatan Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) itu sendiri, justru merusak atau memperkeruh kegiatan tersebut. Sehingga membuat banyak orang berfikir bahwa pemberian dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) bukanlah cara yang efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Selain disalah gunakan oleh para oknum-oknum politik, saya berpendapat bahwa pemberian dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) memberikan efek negatif pada masyarakat yaitu meningkatkan rasa malas, manja, menggantungkan mengurangi semangat bekerja karena bergantung pada bantuan tersebut dan lain sebagainya. Di Negara lain, Jepang misalnya, pemerintah Jepang membuat kebijakan untuk memberikan bantuan langsung uang tunai yang dalam bahasa Jepang disebut teigaku-kyuufu-kin. Dalam proses pendistribusiannya saja sudah berbeda dengan Indonesia, karena semua penduduk legal akan tercatat di setiap kantor kota (shiyakusho) dan semua memiliki akun di bank, penerima bantuan tidak harus mengantri karena uang bantuan akan langsung ditransfer ke rekening. Selain tidak antri, sistem seperti ini juga menghindari bantuan tidak sampai ke penerima yang berhak dan menghindari pungutan/potongan uang bantuan bila penyerahan uang bantuan diberikan secara tunai. Saat ini pemerintah Jepang lebih memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang memiliki usaha mikro kecil untuk dapat memperbesar usahanya sehingga dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang sedang menganggur dan kurang mampu, tidak seperti negeri kita yang hanya memberikan bantuan dana tersebut dengan cuma-cuma.
Dalam kaitannya dengan rencana kenaikan harga BBM tersebut, saya sendiri termasuk orang yang  dapat menerimanya, meskipun hal tersebut tentu sangat pahit, terutama bagi masyarakat yang akan menerima langsung akibatnya.  Karena sebagaimana diketahui bahwa  kalau harga BBM naik sudah barang pasti semua harga pokok kebutuhan rakyat juga secara otomatis akan ikutan naik.  Sementara pendapatan mereka tidak ada kenaikan, dan yang menganggur juga masih tetap nganggur.  Nah, untuk mengatasi semua itu pemerintah kemudian berpikiran secara praktis untuk membeberkan BLT tersebut.
Tetapi pikiran praktis tersebut justru akan semakin memberikan keterpurukan bagi rakyat.  Kenapa?, ya  kita sangat paham bahwa kebanyakan rakyat kita saat ini dapat digologkan sebagai  bangsa malas dan bermental sebagai kuli.  Dalam kondisi yang demikian, seharusnya kita memberikan sesuatu yang dapat mengubah mental mereka  dari kuli menjadi usahawan atau setidaknya  mempunyai mental untuk bekerja dalam setiap keinginan yang mereka ingin dapatkan.  Dengan demikian memberikan BLT kepada rakyat sama dengan memperburuk kondisi mereka.  Apalagi BLT tersebut hanya berisifat sementara, sedangkan  rakyat akan terus hidup dan membutuhkan segala kebutuhan hidup.
Apapun bentuknya kalau rakyat diberikan uang secara gratis  dan cuma-cuma, hal tersebut sama sekali tidak mendidik dan bahkan mengarahkan mereka untuk tetap terpuruk dan bermental peminta atau pengemis.  Sungguh sangat menyakitkan.  Tidak adakah pemikiran yang baik dan cerdas untuk mengentas rakyat kita yang miskin tersebut dengan memberikan kail agar mereka dapat menggunakannya untuk mendapatkan ikan bagi kehidupan mereka?.
Tentu kita akan merasa malu ketika mempunyai bangsa yang identik dengan pengemis, padahal sesungguhnya kita kaya sumber alam dan tanahnya juga sangat terkenal subur.  Kita tidak pernah melihat kebijakan bangsa lain yang memberikan semacam BLT kepada rakyatnya terkecuali kepada mereka yang memang sudah tidak memungkinkan lagi untuk melakukan sesuatu sebagai karya mereka, seperti mereka yang sudah jompo.  Dan itupun tentu dilakukan dengan memberikan jaminan melalui panti yang mengurusnya.
Kondisi tersebut terkadang malahan sangat kontras dengan keadaan di negeri kita, karena ternyata masih banyak orang-orang terlantar tidak terurus, sementara kompensasi BBM diberikan kepada rakyat secara gratis, meskipun mereka sesungguhnya dapat melakukan usaha dan bekerja untuk kepentingan hidupnya.  Kalau dengan menaikkan harga BBM tersebut ada kompensasi bagi rakyat, seharusnya diberikan kepada mereka dengan melakukan pekerjaan; bisa padat karya dengan memperbaiki infra struktur misalnya, tetapi juga diberikan insensif tambahan sebagai upah mereka.  Artinya kalau biasanya mereka bekerja dibayar dengan 40.000 rupiah/hari, pemerintah bisa menaikkannya menjadi 50.000 rupiah perhari.
Hanya saja harus ada pengawasan yang sangat ketat, karena pengalaman yang lalu, ternyata insensif semacam itu justru tidak sampai kepada rakyat.  Bisa juga  kompensasi tersebut diberikan dengan bentuk lain, asalkan tidak secara cuma-cuma yang hanya akan membuat rakyat semakin malas dan bermental peminta saja. Saya juga lebih setuju jika pemerintah memberikan keadilan sosial yang merata yaitu dengan adanya jaminan kesehatan, pendidikan, transportasi yang murah untuk rakyat, jaminan perumahan, jaminan tempat usaha, dan jaminan sembako tidak naik.
“JANGAN BERI IKANNYA, TAPI BERI KAILNYA”


[1] http://www.beritasatu.com/bisnis/34175-habiskan-anggaran-negara-blt-jatuhkan-mental-bangsa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar