Ø
Prioritas tahun 2008 PENAGGULANGAN KEMISKINAN
:
1. Mendorong
pertumbuhan
2. Meningkatkan
akses terhadap pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, pangan/gizi)
3. Pemberdayaan
masyarakat miskin (PNPM)
4. Memperbaiki
sistem perlindungan sosial
Ø
Target Pemerintah tahun 2009
1. Menurunkan
kemiskinan hingga 8,2%
Secara
umum sejalan dengan pasal 13, 14, 22, UU 32/2004 :
1.
Mengkoordinasikan
pelaks. BLT-RTS di daerah melalui peningkatan peran dan fungsi TKPKD;
2.
Meningkatkan
fasilitasi dan komunikasi dgn berbagai stakeholders mengenai BLT-RTS terutama
kepada Camat, Lurah/Kades, RT, RW dan Toma/Toga;
3.
Validasi data
RTS bersama BPS;
4.
Memfasilitasi
penyelesaian permasalahan melalui Tim Koordinasi Provinsi, Kabupaten/Kota dan
Unit Pelaksana Program (UPP)-BLT Kecamatan.
Dalam analisis saya kali ini akan dijelaskan mengenai upaya
pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui pemberian dana Bantuan Langsung
Tunai (BLT). Apakah kebijakan pemerintah tersebut tepat atau bahkan memberikan
dampak yang tidak baik dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Bantuan Langsung Tunai merupakan suatu program dari
pemerintah berupa subsidi yang diberikan langsung kepada masyarakat kurang
mampu berupa uang tunai. Bantuan ini dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap
kenaikan harga yang timbul sebagai akibat lebih lanjut dari kenaikan harga BBM.
Bantuan ini sedikitnya mempunyai dua efek positif, pertama untuk menambah daya
beli rakyat miskin yang pendapatannya makin turun dibawah kebutuhan rata-rata
normal. Kedua, menyuntikkan dana ke wilayah miskin untuk menghidupkan daya beli
yang relatif sudah sangat rendah.
Berdasarkan
dokumen Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
yang didapat Beritasatu.com disebutkan, program bantuan tunai yang
tengah diajukan kepada Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui
Kementeriaan Koordinator Perekonomian mencapai Rp 23,2 triliun per tahun, atau
Rp 5,8 triliun per kuartal (tiga bulanan). Jumlah itu dengan mengacu besaran
bantuan Rp 100.000 per bulan yang mencakup 30 persen rumah tangga ekonomi
terbawah yakni sebesar 18,5 juta rumah tangga. Namun hitung-hitungan lain
menyebutkan, jika harga BBM bersubsidi dinaikkan Rp 1.000 per liter, pemerintah
cukup mengalokasikan anggaran untuk BLT sebesar Rp 4 triliun. Namun jika
kenaikannya hanya Rp 500 per liter, maka tidak ada program kompensasi berupa
cash transfer kepada masyarakat miskin.[1]
Sementara Badan
Pusat Statistik (BPS) memprediksi kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdampak
langsung pada meningkatnya jumlah orang miskin. Setiap kenaikan BBM bersubsidi
Rp 500 dari Rp 4.500, maka jumlah orang miskin akan naik 100-200 ribu orang.
Oleh karena itu, rencana kenaikan BBM bersubsidi harus dibarengi dengan
pemberian BLT. BPS juga menyatakan, jumlah penduduk miskin pada September 2011
mencapai 29,89 juta orang turun 130.000 orang (0,13 persen) dibandingkan
penduduk miskin Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang. Jumlah per September 2011
tersebut setara dengan 12,36 persen dari total penduduk Indonesia, atau turun
dari 12,49 persen pada Maret 2011.
Rincian Anggaran APBN untuk Dana Bantuan
Langsung Tunai (BLT) yang terkait
dengan Kenaikan
Harga BBM
Dari
data di atas tampak bahwa kenaikan harga BBM berdampak besar
terhadap anggaran pemberian dana BLT yang terlalu berani menggunakan dan APBN
untuk kompensasi BLT sebesar itu.
Menurut saya, jalan Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan
ekonomi berupa pemberian dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) kuranglah tepat
karena pada kenyataannya proses pemberian dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT )
saat ini justru tidak berjalan sesuai dengan yang semestinya, karena dana
Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) yang seharusnya diperuntukan masyarakat menengah
ke bawah justru di korupsi oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab,
yang tega mengambil hak orang yang membutuhkan. Selain itu, saat ini tujuan
penggunaan dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) juga telah bergeser. Jika dahulu
seseorang lebih memilih menggunakan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai
pencukup kebutuhan pokok, namun sekarang dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT )
lebih banyak dimanfaatkan penerimanya untuk pembelanjaan berbagai barang yang
bersifat kesenangan, seperti rokok, CD, dan radio. Proses yang berjalan dengan
tidak sesuai seperti ini bukannya memperlancar kegiatan Bantuan Langsung Tunai
( BLT ) itu sendiri, justru merusak atau memperkeruh kegiatan tersebut.
Sehingga membuat banyak orang berfikir bahwa pemberian dana Bantuan Langsung
Tunai ( BLT ) bukanlah cara yang efektif untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat.
Selain disalah gunakan oleh para oknum-oknum politik, saya
berpendapat bahwa pemberian dana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) memberikan efek
negatif pada masyarakat yaitu meningkatkan rasa malas, manja, menggantungkan
mengurangi semangat bekerja karena bergantung pada bantuan tersebut dan lain sebagainya.
Di Negara lain, Jepang misalnya, pemerintah Jepang membuat kebijakan untuk
memberikan bantuan langsung uang tunai yang dalam bahasa Jepang disebut teigaku-kyuufu-kin. Dalam proses pendistribusiannya saja sudah
berbeda dengan Indonesia, karena semua penduduk legal akan tercatat di
setiap kantor kota (shiyakusho) dan semua memiliki akun di bank, penerima
bantuan tidak harus mengantri karena uang bantuan akan langsung ditransfer ke
rekening. Selain tidak antri, sistem seperti ini juga menghindari bantuan tidak
sampai ke penerima yang berhak dan menghindari pungutan/potongan uang bantuan
bila penyerahan uang bantuan diberikan secara tunai. Saat ini pemerintah Jepang
lebih memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang memiliki usaha mikro kecil
untuk dapat memperbesar usahanya sehingga dapat menambah lapangan pekerjaan
bagi masyarakat yang sedang menganggur dan kurang mampu, tidak seperti negeri
kita yang hanya memberikan bantuan dana tersebut dengan cuma-cuma.
Dalam kaitannya dengan rencana kenaikan harga BBM tersebut,
saya sendiri termasuk orang yang dapat
menerimanya, meskipun hal tersebut tentu sangat pahit, terutama bagi masyarakat
yang akan menerima langsung akibatnya.
Karena sebagaimana diketahui bahwa
kalau harga BBM naik sudah barang pasti semua harga pokok kebutuhan
rakyat juga secara otomatis akan ikutan naik.
Sementara pendapatan mereka tidak ada kenaikan, dan yang menganggur juga
masih tetap nganggur. Nah, untuk
mengatasi semua itu pemerintah kemudian berpikiran secara praktis untuk membeberkan
BLT tersebut.
Tetapi pikiran praktis tersebut justru akan semakin
memberikan keterpurukan bagi rakyat.
Kenapa?, ya kita sangat paham
bahwa kebanyakan rakyat kita saat ini dapat digologkan sebagai bangsa malas dan bermental sebagai kuli. Dalam kondisi yang demikian, seharusnya kita
memberikan sesuatu yang dapat mengubah mental mereka dari kuli menjadi usahawan atau
setidaknya mempunyai mental untuk
bekerja dalam setiap keinginan yang mereka ingin dapatkan. Dengan demikian memberikan BLT kepada rakyat
sama dengan memperburuk kondisi mereka. Apalagi BLT
tersebut hanya berisifat sementara, sedangkan
rakyat akan terus hidup dan membutuhkan segala kebutuhan hidup.
Apapun
bentuknya kalau rakyat diberikan uang secara gratis dan cuma-cuma, hal tersebut sama sekali tidak
mendidik dan bahkan mengarahkan mereka untuk tetap terpuruk dan bermental peminta
atau pengemis. Sungguh sangat
menyakitkan. Tidak adakah pemikiran yang
baik dan cerdas untuk mengentas rakyat kita yang miskin tersebut dengan
memberikan kail agar mereka dapat menggunakannya untuk mendapatkan ikan bagi
kehidupan mereka?.
Tentu kita akan
merasa malu ketika mempunyai bangsa yang identik dengan pengemis, padahal
sesungguhnya kita kaya sumber alam dan tanahnya juga sangat terkenal
subur. Kita tidak pernah melihat
kebijakan bangsa lain yang memberikan semacam BLT kepada rakyatnya terkecuali
kepada mereka yang memang sudah tidak memungkinkan lagi untuk melakukan sesuatu
sebagai karya mereka, seperti mereka yang sudah jompo. Dan itupun tentu dilakukan dengan memberikan
jaminan melalui panti yang mengurusnya.
Kondisi
tersebut terkadang malahan sangat kontras dengan keadaan di negeri kita, karena
ternyata masih banyak orang-orang terlantar tidak terurus, sementara kompensasi
BBM diberikan kepada rakyat secara gratis, meskipun mereka sesungguhnya dapat
melakukan usaha dan bekerja untuk kepentingan hidupnya. Kalau dengan menaikkan harga BBM tersebut ada
kompensasi bagi rakyat, seharusnya diberikan kepada mereka dengan melakukan
pekerjaan; bisa padat karya dengan memperbaiki infra struktur misalnya, tetapi
juga diberikan insensif tambahan sebagai upah mereka. Artinya kalau biasanya mereka bekerja dibayar
dengan 40.000 rupiah/hari, pemerintah bisa menaikkannya menjadi 50.000 rupiah
perhari.
Hanya saja
harus ada pengawasan yang sangat ketat, karena pengalaman yang lalu, ternyata
insensif semacam itu justru tidak sampai kepada rakyat. Bisa juga
kompensasi tersebut diberikan dengan bentuk lain, asalkan tidak secara
cuma-cuma yang hanya akan membuat rakyat semakin malas dan bermental peminta
saja. Saya juga lebih
setuju jika pemerintah memberikan keadilan sosial yang merata yaitu dengan adanya jaminan kesehatan,
pendidikan, transportasi yang murah untuk rakyat, jaminan perumahan, jaminan
tempat usaha, dan jaminan sembako tidak naik.
“JANGAN BERI IKANNYA, TAPI BERI KAILNYA”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar